Tiga Film yang Meninggalkan Banyak Kesan

Ketika disuruh bercerita tentang tiga film yang berkesan bagi saya, jujur saya bingung. Apalagi saya termasuk orang yang jarang nonton film. Kalaupun nonton biasanya efek terlalu gabut dan diajak sama teman. Jarang sekali memang menyiapkan waktu untuk itu. Mungkin ini efek saya tidak bisa menyuplai persediaan film saya yang sampai sekarang isinya film-film lawas macam Harry Potter dan Lord of the Rings.

Namun, demi tantangan kali ini, saya sudah memilih tiga film yang berkesan. Bukan berkesan dari kualitas film itu sendiri, tetapi itu berkesan dari bagaimana film itu mengingatkan saya tentang beberapa hal. Berikut daftarnya:

1. The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader 
Image result for narnia and the voyage of the dawn treader
The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader, film yang membawa kami masuk ke BK 
Sebenarnya saya lebih suka Narnia yang pertama waktu Edmund dan Lucy masih unyu-unyu dibanding yang ketiga ini. Jalan ceritanya pun saya tidak begitu menghafalnya. Namun kalau masalah berkesan, bagi saya Narnia yang ini yang lebih berkesan. Karena waktu nobar ini di kelas zaman masih kelas tujuh dan sembunyi-sembunyi, kelas kami malah ketahuan sampai ke BK karena dilaporkan oleh wali kelas kami.

Kurang berkesan apa, coba? Yah, walaupun sayangnya saya nggak ikutan nonton cuma lihat sekilas, karena waktu itu harus dispen. Tapi nggak apa, setidaknya setiap saya nonton ulang film yang ada adegan air laut keluar dari lukisannya itu saya bakal selalu inget waktu Cocaimbhe (Nama pertama Sukhoi, alay banget by the way ya) nobar dan kena ke BK yang berujung dikorek-koreknya kami ngapain aja di kelas kalau jam kosong. Bikin ngakak bawaannya kalau ingat itu.

2. Harry Potter and the Half-Blood Prince
Image result for harry potter and the half blood prince
Harry Potter and the Half-Blood Prince, karenanya kami percaya kelas kami yang mojok dekat parkiran itu angker.
Masih sama seperti film Narnia di poin nomor satu, film Harry Potter yang keenam ini masih selalu mengingatkan saya tentang nobar bersama Sukhoi--yang waktu itu namanya masih Cocaimbhe. Bedanya dengan Narnia, waktu menonton Harry Potter kami memiliki izin resmi dan tidak takut ketahuan BK. Kami menonton sebagai bahan pelajaran bahasa Inggris materi Descriptive Text. Di sinilah awal mula kami meyakini kalau kelas kami angker. Ya walaupun nggak tahu juga benar atau tidak.

Jadi begini, awal mulanya, kami disuruh menonton film oleh guru bahasa Inggris kami. Kami diminta untuk memperhatikan tentang karakter fisik si Harry Potter. Karena waktu itu lampu masih menyala, akhirnya ada yang mematikan lampu dan menutup tirai jendela supaya suasana cukup nyaman untuk kami melihat film di proyektor kelas.

Singkat cerita, kami hanya menonton tidak terlalu lama. Hanya beberapa menit dan itu scene yang sama diulang-ulang. Lampu dinyalakan kembali dan kami harus membuat tentang deskripsi fisik Daniel Radcliffe sebagai pemeran utama. Kami bisa dibilang nggak nonton, sebenarnya. Hingga akhirnya karena kami ingin menonton dan di masa itu tidak ada Potterhead di kelas atau siapapun yang punya film-nya, salah satu dari kami ingin meminta film itu. Ajaibnya, flash disk yang tadi baru saja diletakkan di meja tepat sebelum lampu dimatikan sudah hilang tak berbekas. Bahkan setelah semua siswa di kelas mencarinya ke setiap sudut. Nahloh, ke mana coba?

Sampai sekarang, atau selama sisa waktu kami di SMP dulu, tidak pernah ada yang tahu ke mana perginya flash disk itu. Entah ditilep makhluk yang konkrit atau yang abstrak. Tak ada yang tahu. Biar saja jadi misteri, dan tetap mengingatkan saya pada peristiwa itu setiap menonton film Harry Potter satu itu.

3. Lakuna
Sudah jelas, film yang ini nggak bakal kalian kenali. Bahaha. Ini bukan film sekelas Nasional, apalagi Hollywood. Wong yang pernah nonton saja nggak lebih dari jumlah murid di sekolah saya.

Jadi begini, film satu ini merupakan film yang diproduksi oleh saya dan teman-teman Six Sense Production dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Kebetulan seluruh kelas dua belas MIPA mendapat materi sinematografi, jadilah tujuh kelas dari MIPA 1 sampai MIPA 7 membuat film mereka masing-masing. Nah, Lakuna inilah produk dari kelas saya.

Mungkin yang membuat film ini berkesan bukan dari waktu menontonnya apalagi ceritanya, yang berkesan adalah waktu membuatnya. Betapa drama-drama di dalamnya yang bikin pengen ngakak dan misuh dalam waktu bersamaan. Atau bahkan capek kadang harus pulang sore karena seringnya nggak bisa sekali take adegan satu scene berhasil. Kalau suruh bercerita proses-proses di balik Lakuna ini, mungkin ceritanya bakalan panjang. Karena Lakuna meninggalkan kenangan yang cukup mendalam. Ah, jadi pengen bikin film lagi.

Kira-kira itulah tiga film yang berkesan bagi saya semuanya dengan alasan-alasan tidak bermutu. Bagi saya, film berkesan berbeda dengan bagus. Film bagus maka saya bakalan mikir ke kualitas. Kalau berkesan, itu justru membawa saya mengingat hal-hal emosional di belakangnya.

Sampai jumpa di tantangan berikutnya. Sudah saatnya saya harus kembali mengerjakan tugas-tugas sekolah. Besok Senin, Gaes.

---
Diikutkan dalam #10DaysKF

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar

Back
to top