Kalau disuruh menceritakan tentang cinta monyet saya sewaktu kecil, saya ingat tentang satu orang yang mengenalkan saya dengan perasaan suka semacam 'itu'. Pertama kali saya merasakan itu kepadanya adalah ketika saya masih kelas I SD. Ya, saya memang semuda itu ketika belajar jatuh cinta. Waktu itu saya masih sangat polos tidak tahu perkara perasaan yang ternyata bisa membuat pikiran saya cukup kacau ketika sudah menyadari hal itu sepenuhnya.
Perasaan suka saya kepadanya waktu itu adalah perasaan karbitan kalau boleh saya sebut. Saya tidak merasakannya secara alamiah. Perasaan saya justru berasal dari rasa ingin tahu saya ketika mendengar teman dekat saya mengakui bahwa ia menyukainya. Dia yang memang ganteng dan menyenangkan untuk diamati akhirnya membuat saya juga suka karena ketagihan mengamatinya bersama dengan kawan saya itu. Jadilah kami sama-sama suka kepadanya.
Agak nggak elit memang, bahwa cinta pertama saya berawal dari ikut-ikutan. Memang kapan lagi saya bisa suka seseorang yang sama dengan teman dekat saya tanpa harus bersaing mendapatkannya dan hanya menyimpan perasaan itu untuk dinikmati bersama? Toh akhirnya pun kami sama-sama melupakan dan mengikhlaskan perasaan itu. Karena kami tidak berharap apa-apa, melepaskan bukan perkara yang sulit. Dia sudah menguap hilang berlalu, bahkan saya nyaris tidak pernah banyak mengingat kisah itu kecuali tentang dia adalah cinta pertama saya.
Belakangan seiring berjalannya waktu, saya tahu kalau dia bukan hanya cinta pertama saya tapi cinta pertama banyak orang. Ketika saya duduk di tahun-tahun terakhir masa putih merah, dua teman saya yang lain mengakui perasaan mereka yang juga pernah suka dengannya. Beberapa pengakuan lain yang saya dengar simpang siur pun tidak sedikit. Saya akui, dulu dia memang sebegitunya berhasil membuat banyak anak perempuan mengaguminya. Nggak tahu sekarang.
Namun, masih ada satu pengakuan yang membuat saya terkejut bukan main dan langsung ngakak ketika mendengarnya. Ternyata teman sekelas saya di SMA, yang notabene dulu ada dalam lingkaran pergaulan yang sama ketika kami masih anak-anak meski tidak pernah main bersama, juga pernah menyukainya. Tuhan, saya pikir bertemu dengannya lagi di bangku SMA setelah tiga puluh enam kilometer jauhnya pindah termasuk kebetulan yang nyaris mustahil. Nyatanya, ada yang lebih dari itu. Cinta pertama kami adalah orang yang sama!
Kami hanya ngakak bersama ketika menyadari fakta itu lalu mencoba mencari tahu tentang kabarnya yang tidak pernah kami dengar karena sudah berbeda kota. Setelah itu, kami menyesal mencari tahu tentang kabarnya sekarang karena dia sudah tidak seganteng dulu. Agak kecewa karena dia jauh berbeda dari sewaktu masih di bangku putih merah dulu. Setidaknya, untunglah begitu. Sebab saya tidak yakin bahwa saya tidak akan jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya andai dia masih ganteng. Akan sangat merepotkan kalau saya suka dia lagi. Kali ini tentu akan menjadi hal yang jauh lebih rumit, karena saya sudah tahu bagaimana cara berharap pada seseorang.
Perasaan saya kepadanya cukup sebatas suka tanpa rasa ingin memiliki. Perkara di antara kami cukup segitu, segalanya sudah usai meski tanpa pernah saya mulai. Ia adalah yang pertama saya temui dalam pencarian, yang membuat saya akhirnya memulai sebuah pencarian. Sampai waktu yang tak ditentukan, saya akan terus mencari. Bukan melulu dia yang istimewa apalagi sempurna, tetapi bisa saja dia yang bisa saya rindukan tanpa sungkan.
Lagu Something Just Like This milik The Chainsmokers ft Coldplay mengudara di langit-langit kamar saya sore ini.
Lagu Something Just Like This milik The Chainsmokers ft Coldplay mengudara di langit-langit kamar saya sore ini.
I'm not looking for somebody
With some superhuman gifts
Some superhero
Some fairytale bliss
Just something I can turn to
Somebody I can miss
Some superhero
Some fairytale bliss
Just something I can turn to
Somebody I can miss
--
Diikutkan dalam "7 Hari Tantangan Menulis #Kampus Fiksi dan #BasaBasiStore".
0 comments:
Posting Komentar