Crimson Day - #KataSebuahNapas
![]() |
source: explainers.nysci.org/ |
Oleh : Refa Annisa
“Now, Crimson Day is beginning…”
bisikku dengan senyum licik terpoles di wajah keriputku, sebelum mataku
akhirnya tertutup. Tidur damai untuk selamanya.
***
500 hari yang lalu…
“Jadi, bagaimana perkembangan virus itu?”
“Hampir sempurna. Begitu pula dengan vaksinnya.”
Keningku yang sudah penuh dengan kerut mengernyit. “Vaksin? Untuk
apa? Bukankah tujuan kita menyempurnakan penelitian dari ayahku adalah untuk
menyeleksi manusia yang layak hidup?” Aku mengambil jeda. “Sempurnakan saja virusnya.
Kita tidak perlu vaksin.”
Ryousuke, salah seorang peneliti yang kuajak berbicara tadi,
kemudian berlalu pergi setelah sebelumnya mengangguk menyetujui perintahku
tanpa ada protes keluar dari mulutnya. Dia kembali berurusan dengan segala hal
yang berkaitan dengan virus itu. Sebuah jenis virus yang nantinya akan
menyeleksi manusia di dunia ini. Dengan begitu, kehidupan manusia akan
berkurang. Kemudian ayahku dan juga ras sejenisnya akan dapat hidup di dunia
ini.
Ah, asal kau tahu saja, ayahku bukanlah manusia. Dia alien, ibuku
manusia, dan aku adalah percampuran darah antara manusia dan alien. Darahku
darah campuran, tulang dan dagingku perpaduan keduanya. I’m a half-blood prince.
“Apa kamu yakin? Melakukan ini semua?” Kudengar sebuah suara lembut
yang amat kukenal. Wanita berumur tiga puluh tahunan dengan rambut cokelat yang
tergerai itu mendekatiku, kemudian memelukku.
“Apakah ibu meragukan keyakinanku? Tentu saja aku yakin, ini
merupakan mandat dari ayah, Bu,” kataku sambil membalas pelukannya.
Dia kemudian melepaskan pelukannya. “Kau memang tak berbeda jauh
dengan ayahmu. Sama-sama jenius. Sama-sama tak berhati nurani pula.” Sebuah
canda keluar dari mulutnya membuat kami terbahak bersama. “Tapi aku bangga
mempunyai anak sepertimu, umurmu baru dua belas tahun tapi sanggup meneruskan
penelitian ayahmu yang sudah setengah jadi,” katanya ketika berhenti terbahak. Tatapannya
padaku pun berubah, menjadi tatapan yang amat sangat teduh.
“Memang hanya ini yang bisa kulakukan agar aku berguna, Bu. Memang
apa yang bisa dilakukan seorang penderita Progeria dalam umur yang umumnya
tidak lebih dari tiga belas tahun, yang kisahnya berjeda titik lebih
cepat?” kataku sambil tersenyum timpang. Kembali merenungi penyakit apa yang
terjadi pada tubuhku. Penyakit yang membuatku terlihat jauh lebih tua dari
ibuku. Kutatap dalam-dalam mata birunya yang diwariskan kepadaku, membuat
ketika wajahku tidak setua sekarang menjadi sangat mirip dengannya. “Ibu tenang
saja, setelah aku pergi nanti ayah akan ke bumi. Aku janji, ibu tidak akan
merasa kesepian.”
Mendengar ucapan itu, mata ibu langsung berkaca-kaca. Tangisnya
sudah hampir pecah namun terus ditahannya. “Mengapa ketika satu datang dan yang
lainnya pergi? Tidak bisakah kita hidup bersama, bahagia bertiga? Apa kita
tidak bisa hidup seperti keluarga normal? Ayahmu akan pergi ke kantor, kau akan
berangkat ke sekolah, dan aku akan menyiapkan sarapan untuk kalian serta
membereskan rumah. Bukan seperti sekarang ini.” Tangisnya tidak lagi terbendung
ketika ia membayangkan keluarga normal seperti yang dimiliki orang lain. “Aku
juga ingin seperti itu…”
“Bu, jelas kita tidak bisa menjadi seperti itu. Kita keluarga yang
istimewa, keluarga yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Hanya kita yang punya.
Keluarga yang saling berkorban untuk satu sama lain,” jelasku, berusaha
menenangkan ibu sambil memeluknya. Aku tahu perasaannya. Perasaan seorang ibu
yang bersedih karena perkiraan umur anaknya tidak lebih dari satu tahun lagi.
Air mataku kemudian ikut menetes.
Aku janji, setelah Crimson Day ibu akan kembali
bersama ayah. Ibu akan kembali tersenyum. Dan mungkin ibu akan mendapat
keluarga yang diinginkannya…meski aku sudah tidak ada.
***
Lima belas hari yang lalu…
Aku tidak tahu mana yang
menggambarkan aku. Kejam ataukah rapuh. Atau mungkin yang paling tepat
menggambarkanku adalah mawar yang layu. Mahkota bunganya sangatlah rapuh,
tapi durinya tetap saja tidak tanggal tetap kejam. Sedangkan aku, aku akan
sangat lemah dan rapuh ketika di hadapan ibuku dan akan sangat kejam jika sudah
berurusan dengan persiapan Crimson Day.
Kalau begitu, omong-omong aku akan dimasukkan ke mana, surga atau neraka?
“Crimson Day sudah bisa
dilaksanakan besok. Segala persiapan sudah selesai untuk saat ini.” Salah
seorang peneliti datang melapor ke kamarku, tempat aku sudah dua minggu ini
terbaring karena tubuhku sudah sangat lemah.
Aku mengangguk. “Kalau begitu, laksanakan besok. Kau bisa pergi
sekarang.” Peneliti yang merupakan salah seorang yang diutus ayah dari
planetnya itu kemudian kembali, keluar dari kamarku. Ah, asal kalian tahu saja,
peneliti yang ikut serta di sini kebanyakan berasal dari planet ayah. Kemudian
sisanya barulah peneliti dari seluruh dunia.
Setelah kepergian peneliti itu, ibuku masuk. Lelehan air mata sudah
terurai di wajahnya. “Tidak bisakah kau sembuh?” tanyanya seperti anak kecil. “Ibu
ingin merawatmu sampai kau menikah nanti. Ibu ingin…seperti keluarga normal.”
Ia lalu menggenggam tanganku erat sambil duduk di sisi ranjang.
Aku hanya tersenyum dan menggenggam erat tangan ibu balik. “Aku
terkadang juga kecewa harus mengakuinya, meski aku kelihatan jauh lebih rela dibanding
ibu, kita tidak akan bisa seperti itu. Keluarga kita terlalu istimewa untuk
menjadi normal.” Tangisku ikut pecah.
“Seharusnya ibu menikah dengan manusia saja. Seandainya begitu, semuanya
tidak begini. Mungkin juga kamu tidak terlahir dengan Progeria. Semuanya akan—
Aku meletakkan jari telunjukku di bibir ibu, membuatnya berhenti
berbicara. “Apa ibu tahu tujuanku melanjutkan proyek ayah sejak masih berumur
lima tahun, meski tahu aku menderita Progeria? Semuanya untuk ibu, untuk ayah,
agar kalian bisa hidup bahagia…bersama.” Tangisku menjadi lebih deras lagi. “Ibu
jangan sedih, mungkin kelak ibu akan bahagia bersama ayah, mungkin juga
keluarga normal yang ibu harapkan akan hadir…”
Ibu memelukku erat. “Ibu sangat menyayangimu…”
“Ibu tenang saja, besok
semuanya akan berubah.”
________________
Diikutsertakan dalam tantangan #KataSebuahNapas yang diberikan oleh @KampusFiksi
0 comments:
Posting Komentar