#deskripsifisik

Di Bawah Temaram Lampu Jalanan Kota London
oleh : Refa Ans

Mario Maurer as Kla
Baifern Pimchanok as Nim
“Apa kau disini untukku?”
“Aku selalu mencintaimu.”
***
Ayunan kaki Nim langsung terhenti. Matanya yang sedari tadi menyisir jalanan kota London terhenti ketika menangkap sosok berkaos putih dilapisi kemeja hijau itu berdiri tegap di bawah temaram lampu jalanan. Sosok yang selama ini ia rindukan: Kla.
Gadis itu mengerjapkan matanya yang dinaungi sepasang alis tipis itu, memastikan sosok itu bukan hanya ilusi karena ia tengah memikirkan pria itu.
Sosok itu masih berdiri disana. Tidak menghilang.
Nim kembali mengerjapkan mata bulatnya. Kembali memastikan. Separuh hati ia berharap itu benar-benar Kla, tapi separuh hatinya lagi berharap bahwa itu bukan Kla. Ia belum siap bertemu dengan Kla. Hatinya belum tertata rapi.
“Kau tak salah lihat. Ini memang aku.” Kini telinganya menangkap suara berat-lembut milik Kla.
Oh tidak, kini suara Kla mulai terdengar. Sepertinya ia memang harus kembali melanjutkan perjalanan sebelum pikirannya dan kenyataan tentang Kla menyatu.
Baru akan melangkah, terdengar lagi suara Kla yang membuatnya lumpuh. Atau mungkin suara pria itu? “Ini benar-benar aku, Nim. Kla,” katanya memperjelas di kata 'Kla'.
Dadanya tiba-tiba merasa sesak. Ya, itu suara Kla. Suara pria itu juga. Itu benar-benar Kla. Hatinya kembali terbagi, sebagian senang dan sebagian sedih. Apakah ia siap untuk bertemu dengan Kla saat ini? Hatinya belum tertata, peristiwa tiga tahun lalu itu masih melukai ingatannya. Luka di hatinya belum sembuh benar.
Nim menatap wajah pria itu lekat-lekat. Ia bisa melihat lekuk wajahnya meski hanya diterangi temaram lampu yang bergeming di sebelah pria itu.
Sepasang mata manik yang sipit. Alis tebalnya tampak masih setia memayungi sepasang mata itu dari hujan keringat di dahinya. Hidung mancung diletakkan diatas bibir tipis yang akan mengembang jika seseorang menyapanya atau ketika ia tengah bahagia. Rambut hitamnya kini sudah bertambah panjang. Wajahnya tak banyak berubah meski sudah tiga tahun mereka tak bertemu.
“Nim, aku hanya ingin mengatakan sesuatu yang seharusnya aku katakan sejak dulu.” Kla melanggkah maju mendekati Nim.
“Berhenti!” sergah Nim langsung, dan saat itu juga Kla menghentikan langkahnya. Mungkin orang-orang akan memandang mereka aneh. Mereka bertengkar malam-malam di jalanan. Dan mereka menggunakan bahasa Thailand. 
"Apa aku tak boleh mendekat?” Suara Kla kali ini terdengar memelas, berharap Nim mengiyakannya.
“Apa kau disini untukku?” kata Nim lirih sambil menunduk tak sanggup menatap mata Kla. Sama sekali ia tak memikirkan apa yang Kla katakan. Kini ia tampak menggigit bibir bawahnya. Baiklah, ia siap untuk jawaban apa saja yang akan diberikan pria itu.
“Aku selalu mencintaimu.”
Nim langsung mengangkat kepalanya mendengar perkataan Kla itu. Apakah telinganya salah dengar karena ia mengharapkan hal itu.
“Kau tak salah dengar.” Kla mulai melangkah mendekat ke arah Nim. “Aku benar-benar mencintaimu, sejak dulu.” Kla langsung saja meraih tubuh ramping gadis itu begitu langkahnya terhenti tepat di depannya.
Nim hanya terus menangis di pelukkan Kla. Rambut lurusnya berkibar diterbangkan angin malam. Dinginnya malam yang tadi begitu terasa, kinitak dirasakannya. Rasa dingin melebur bersama hangatnya pelukan Kla. Nim benar-benar tak tahu apa yang harus dikatakannya.
“Lalu, apa maksudmu waktu itu berpelukan dan menyatakan cinta pada Pim?” kata Nim dengan air mata yang masih terus mengalir.
Kla langsung melepaskan pelukkannya dan tertawa terbahak-bahak. “Nim, kau tahu siapa Pim bagiku?” Tawa Kla masih terus berderai. “Pim itu sahabatku. Dan sewaktu aku menyatakan cinta, kami hanya melakukan sebuah simulasi, bagaimana reaksimu jika aku menyatakan cinta.”
Ya, bagi Kla, Pim adalah sahabatnya sejak kecil. Sahabat dimana ia bisa mengatakan semua hal kepada gadis itu. Dan hanya Pim yang mengetahui perasaannya pada Nim.
“Nah, sekarang, aku hanya ingin merealisasikan hal itu, meski aku rasa ini terlambat tiga tahun,” ucap Kla sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal itu. Kla lalu membungkuk dan meraih jemari lentik Nim. "Nim, maukah kau menikah denganku?"
Sejenak, Nim tersenyum penuh arti. "Ya," jawabnya singkat membuat jantung Kla yang tadi berdegup kencang menjadi normal kembali.

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar

Back
to top