Sejumput Pikiran Sebelum Kaleng Ketiga Tandas

source: favim.com
Sejumput Pikiran Sebelum Kaleng Ketiga Tandas
Oleh: Refa Annisa

Angin malam musim panas berdesing keras di telinganya. Kaleng bir ketiga yang belum sepenuhnya tandas hanya bergeming di sisi wedges. Rambut ombrenya ia biarkan meliuk manja dibelai angin. Ia lelah, biarkan ia terdiam dan meratapi semua yang telah dirinya alami. Pukul dua dini hari, Summer paham itu.
Sebenarnya, kalau ditanya seberapa tahan gadis itu pada alkohol, ia tidak akan sampai mendapat nilai satu dari sepuluh. Sekaleng-dua kaleng bir pun sudah sanggup membuatnya pening luar biasa. Namun, kali ini seperti ada kekuatan yang membuatnya menengguk terus sampai kaleng ketiga meski ia tahu seberapa pening kepalanya. Seulas senyum getir terpulas di bibirnya. Ternyata ia keras kepala juga, ya.
Tidak heran jika pada akhirnya ia tersungkur di sini bersama serpihan-serpihan hatinya yang remuk redam dihempaskan oleh lelaki itu. Memang siapa lagi, kalau bukan Archie? Hanya lelaki itu yang mampu membuat seorang sekeras Summer jatuh cinta kepadanya. Ia pula yang membuat gadis berambut ikal itu seperti sekarang. Dengan tubuh yang biasa terbungkus skinny jeans dan kemeja, akhir-akhir ini tampak lebih manis dengan beberapa macam dress. Kaki jenjang yang lebih biasa dipakaikan Converse pun mulai tampak diganti dengan flat shoes.
Perubahan itu terjadi tanpa pernah Summer inginkan. Semuanya hanya terjadi, perlahan-lahan mengubah banyak hal yang biasa bagi Summer. Tentu saja bukan sesuatu yang mudah untuk bercengkrama dengan hal-hal baru. Namun, yang ada di pikiran Summer bukan seberapa sulit perubahan itu ia lalui. Yang ada di pikirannya adalah: seberapa banyak ia harus berubah agar pantas untuk Archie, agar lelaki itu melihat ke arahnya meski hanya semenit atau bahkan sedetik? Ia ingin menciptakan peluang meski persentasenya hanya lima angka nol dan angka satu di belakang koma.
Well, mungkin begitulah cara patah hati tercipta. Ia terlahir dari harapan, dari peluang yang jumlahnya bahkan hanya satu per sejuta persen. Hanya dengan itu Summer merasa kini dirinya yang seharusnya jauh lebih berharga dari kristal mana pun di aula pesta kini hanya pecahan cermin korban tinjuan pelantun kalimat putus asa. Bagaimana tidak hatinya bisa seremuk ini ketika seseorang yang ia cintai, yang selalu ia harapkan berada di sisinya kini justru memilih gadis lain? Parahnya lagi, gadis itu adalah sahabatnya sendiri dan ia tak pernah tahu kalau Allena dekat dengan Archie. Lihat, betapa realita itu penuh dengan penghianatan?
Pesta ulang tahun Megan tadi malam sudah cukup menjelaskan segalanya. Allena yang sudah tahu Summer mencintai Archie tiba-tiba muncul dengan menggandeng lengan lelaki itu tanpa wajah bersalah. Hanya serentetan kata maaf yang berusaha ia ucapkan kepada Summer, tetapi diabaikan olehnya. Sekarang terserahlah mereka mau apa. Ia tidak peduli. Apapun.
Summer lelah dengan ini semua—
“Hentikan. Aku tahu, kau tidak akan kuat jika harus menghabiskan kaleng ini.”
Tiba-tiba sebuah suara dan tahanan menghentikannya untuk menenggak kaleng birnya. Ia tahu jelas siapa yang mengucapkannya. Tawa sinis lepas dari mulutnya. Baiklah, ia lupa kalau mungkin masih ada satu orang yang bisa menjadi sandarannya saat ini.
“Bagaimana kau bisa tahu aku di sini, July?”
“Semuanya cukup sederhana, hanya dengan melihat Allena menggandeng Archie.” Ya, July sudah sangat paham ketika melihat mereka datang bersama ke pesta malam tadi diiringi gosip yang menguar. Ia pun paham apa yang harus dilakukannya ketika melihat Summer berjalan keluar pesta sebelum acara benar-benar selesai. Hanya satu hal yang jelas dilakukannya. July sudah hafal Summer.
Hanya gumaman karena kepalanya semakin pening yang keluar dari mulut Summer. Angin malam di atap gedung apartemen ini pun terasa semakin memperburuk semuanya.
Namun sedetik kemudian bisa ia rasakan tangan kokoh July yang selalu menenangkannya menarik ia berdiri dan memapahnya berjalan. Lelaki itu selalu tahu apa yang ia butuhkan. Lelaki itu selalu tahu yang ia inginkan. Lelaki itu tahu banyak hal tentangnya. Yang terpenting, ia selalu ada ketika Summer membutuhkannya.
You’ll always be my first choice, Summer, even I’m not.” Sebuah bisikkan yang menjelaskan banyak hal itu berdesir halus di telinga Summer meski kini ia nyaris tak sadar.
Angin malam musim panas berdesing di telinga mereka. Kaleng bir kosong hanya tergeletak tak beraturan di atap gedung apartemen itu bersama beberapa tumpahan. Kini, Summer sangat tahu, bahwa July akan selalu ada untuknya. Bahwa July akan selalu di sisinya. Lelaki itu yang sesungguhnya ia butuhkan.
July yang seharusnya aku cintai andai bisa memilih. Bukan Archie.[]

21.48

Pekalongan, 5 Desember 2015

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar

Back
to top